Kebebasan Manusia dan Teknologi

Pengantar Blogger

         “Apakah Anda bersedia suatu teknologi diambil dari hidup Anda, dan tidak akan digunakan lagi secara umum?"  Bagaimana bila suatu saat handphone atau mixer pembuat kue yang Anda gunakan benar-benar menjadi "hidup" seperti dalam film Transformer? 
        Tinjauan Etika Teknologi dalam tulisan ini mengenai konflik antara kehidupan kita (manusia) dengan teknologi, dirasa sangat relevan dalam kekinian peri kehidupan kita yang hampir setiap saat dibalut kemajuan teknologi dalam segala bentuknya, karenanya saya ingin berbagi tulisan ini dengan WordsLover dengan maksud agar kita menjadi lebih bijak dalam menyikapi kemajuan teknologi yang semakin canggih. Selamat merenung.  

“Tegangan Antara Teknologi Sebagai Tekstur Kehidupan 
Manusia Dan Kebebasannya.”
Oleh: Adrianus Ray *)

            Seiring dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat, seringkali dirasakan bahwa teknologi semakin “mengambil alih” kehidupan manusia. Hampir dalam 24 jam aktivitas kehidupan dalam satu harinya, manusia tidak bisa lepas dari yang namanya teknologi. Tentunya ini membawa dampak langsung bagi kehidupan manusia. Seluruh aspek kehidupan manusia seperti kehidupan sosial, kehidupan fisik, dan juga kehidupan psikis terkena dampak dari pemanfaatan teknologi. Bahkan, kehidupan personal manusia, baik individu maupun berkelompok, bisa terganggu dan terkena dampak juga karena pemanfaatan teknologi yang tidak sewajarnya. Apabila dampak teknologi sudah sampai separah ini, benarkah teknologi benar-benar bisa membawa kemudahan bagi kehidupan manusia seperti tujuan awal teknologi tersebut diciptakan? Apakah teknologi benar-benar membuat manusia lebih bebas?


            Tetapi dalam kehidupan nyatanya, Martin Heidegger dalam Die Frage der Technik, menyebutkan bahwa yang dimaksud teknologi adalah sarana untuk mencapai suatu tujuan. Dengan berbagai teknologi awal-awalnya seperti teknologi senjata pada jaman PD II, teknologi mesin yang digunakan pada revolusi industri, teknologi kedokteran yang semakin berkembang, dan terutama teknologi informasi yang sangat membantu komunikasi antar manusia yang tidak terpaut jarak. Hal-hal diatas sangat terbukti membantu tujuan dan memperingan kerja manusia, tidak terkait apakah tujuan dan kerja manusia tersebut bisa dibilang benar atau tidak. Berangkat dari permasalahan ini, apakah peran sesungguhnya dari teknologi? Teknologi bisa membantu kebebasan manusia, itu merupakan pernyataan yang sangat jelas di mana itulah alasan utama teknologi diciptakan. Tetapi ada juga kemungkinan teknologi menjadi ancaman bagi manusia. Baik itu merupakan ancaman fisik, ancaman moral, maupun ancaman psikis. Teknologi jaman sekarang menjadi semakin “tidak terkendali”, seolah-olah teknologi itu menjadi hidup dalam keberadaannya sendiri. Misalnya contoh kasus ada manusia yang “meninggal” karena radiasi ponsel menggangu dan menurunkan kinerja fungsi otak, sehingga makin lama otak manusia tersebut lumpuh. Lalu teknologi seolah-olah mendorong manusia untuk berbuat yang bertentangan dengan moral, seperti mencuri dengan menggunakan teknologi tinggi, ataupun mencuri teknologi itu sendiri dan merebutnya dari tangan manusia lain yang mengakibatkan munculnya konflik. Ancaman psikis juga cukup berbahaya, di mana manusia yang mengharapkan teknologi tetapi teknologi tidak menjawab atau memenuhi ekspektasi manusia sehinggan manusia menjadi kecewa atau tertekan. Atau berhubungan dengan ancaman moral, manusia yang terlalu “menyukai” teknologi, tetapi teknologi hilang atau direbut oleh manusia lain. Kehilangan tersebut mempengaruhi tindakan, sikap dan perilaku sehari-hari manusia yang tadinya memiliki teknologi tersebut.

      Awalnya manusia adalah makhluk yang bebas dalam arti yang sesungguhnya. Tetapi semakin berkembangnya teknologi, dapat dengan jelas dikatakan bahwa manusia menjadi tidak bebas lagi. Di dalam buku Kebebasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi karya Pak Michael Dua, ada pembahasan tentang pemikiran Heidegger mengenai pembangunan tenaga listrik air menantang alam yaitu Sungai Rhein. Terlepas dari perbedaan teknologi modern dan teknologi tradisional, serta langkah-langkah pengungkapan diri tentang teknologi listrik pembangkit tenaga air, kita akan melihat kejadian ini di dalam analogi yang lain. Apabila sebelumnya manusia mengandalkan kincir angin untuk membangkitkan listrik, dengan adanya teknologi maka manusia menggunakan Sungai Rhein. 

          Dari sini kita bisa mempertanyakan kebebasan manusia, yang membangun sesuatu untuk memudahkan hidupnya. Apabila kita sudah tidak perlu bekerja lebih keras  lagi dari sebelumnya, dengan adanya teknologi maka kita akan otomatis terikat dengan teknologi tersebut. Manusia secara tidak sadar akan terus memanfaatkan “teknologi” untuk kemudahan. Apabila kemudian dibalik dan manusia diberikan suatu pertanyaan sederhana: “apakah Anda bersedia suatu teknologi diambil dari hidup anda, dan tidak akan digunakan lagi secara umum?” tentunya manusia akan menjawab tidak bersedia. Dari pertanyaan tersebut kita langsung bisa menyimpulkan bahwa kebebasan manusia dalam hal teknologi tidak berlaku lagi. Manusia terikat dengan teknologi, di mana teknologi tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, atau setidaknya, manusia tidak ingin berpisah dan membuang teknologi walaupun sudah mengetahui adanya ancaman-ancaman seperti contoh kecil yang disebutkan diatas.

            Teknologi yang kian akrab terdengar di telinga kita, seringkali langsung dibayangkan oleh manusia sebagai teknologi informasi, atau dalam bahasa sekarang disebut gadget di mana teknologi ini yang paling sering manusia gunakan. Seperti yang sudah disebutkan di atas mengenai pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa dampak yaitu bisa memudahkan komunikasi antar manusia dan tidak ada batasan jarak sama sekali. Tentunya manusia memanfaatkan momen ini untuk berkomunikasi dengan tujuan atau motif komunikasi yang berbeda-beda antara lain berbisnis, menambah kenalan, kebutuhan psikis manusia, kebiasaan, dll. Sayangnya, hal ini menentukan paradoks tertentu di mana semakin manusia sibuk berkomunikasi dengan orang-orang atau “keluarga” maya yang memanfaatkan gadget tersebut semakin manusia melupakan cara berkomunikasi yang sebenarnya, cara berkomunikasi terlepas dari teknologi yaitu bertatap muka, membuka mulut untuk berbicara, body gesture, dll. Akibatnya manusia menjadi ”lupa” berkomunikasi katakanlah dengan keluarganya sendiri. Keadaan ini menciptakan paradoks praktis di mana teknologi seolah-olah mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

            Hal ini menegaskan bahwa secara tidak langsung, teknologi ”mengobrak-ngabrik” kehidupan organis manusia. Hal-hal personal manusia seolah dikendalikan secara tidak langsung oleh teknologi karena teknologi sudah masuk ke wilayah komunikasi manusia yang secara tidak langsung juga masuk ke kehidupan anti manusia, karena komunikasi adalah hal vital untuk manusia untuk hidup.

            Gejala-gejala teknologi ataupun dampak yang diurai di atas mungkin sudah dirasakan sendiri oleh manusia. Tetapi bukan berarti kita harus pasrah ataupun menerima begitu saja karena kita secara tidak langsung ”diperbudak” oleh teknologi. Banyak hal atau sikap yang bisa kita lakukan untuk menghadapi teknologi, ataupun memanfaatkan teknologi secara wajar. Karena manusia juga harus menerima fakta bahwa teknologi memang sudah menjadi bagian yang tidak tergantikan di kehidupan manusia.

            Seluruh manusia harus menyadari bahwa teknologi itu adalah alat. Di mana teknologi keadaannya lebih “rendah” daripada kita. Bermanfaat atau tidaknya teknologi bergantung kepada manusia, tetapi bermanfaat atau tidaknya manusia sama sekali tidak tergantung oleh teknologi. Memang manusia akan terus menggunakan teknologi tetapi manusia tidak bisa memanfaatkan seluruh teknologi tersebut sekaligus. Ada kalanya di mana teknologi tersebut idle, dan tidak lebih menjadi sebuah benda. Manusia memiliki ilmu pengetahuan di mana kita bisa menganggap bahwa teknologi tersebut hanya benda mati dan bisa bernalar secara rasional. Manusia juga sebagai makhluk yang diberkahi kekuatan pikiran oleh Tuhan seharusnya bisa berpikir dan bertindak kritis di mana manusialah yang harus memanfaatkan dan mengendalikan teknologi. Aktivitas manusia sehari-hari memang tidak terlepas dari teknologi, dan mungkin mempengaruhi keputusan manusia untuk bertindak, tetapi pada dasarnya adalah otak manusia yang memutuskan dan menggerakkan seluruh aktivitas manusia. Jangan terjebak di dalam arus teknologi di mana kita sebagai manusia hanya perlu memanfaatkan teknologi seperlunya dan mengisi kegiatan atau aktivitas-aktivitas sehari-hari kita yang sama sekali tidak bergantung dengan teknologi. Apabila sulit dilakukan, manusia bisa melakukan aktivitas yang menggunakan teknologi yang paling sedikit, atau terlepas dari teknologi komunikasi.

            Pada akhirnya walaupun manusia jaman sekarang harus hidup berdampingan dengan teknologi dan menerima teknologi dalam kehidupan sehari-hari, manusia harus kembali kepada prinsip dasar. Manusia adalah makhluk sosial di mana membutuhkan manusia yang lain untuk bertahan hidup. Artinya manusia harus berkomunikasi secara langsung dengan manusia lainnya, dengan tidak memerlukan perantara teknologi itu sendiri.

Jakarta. 07.12.2013

Tentang Penulis
Adrianus Ray saat ini adalah mahasiswa semester 3, Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Industri di sebuah Universitas di Jakarta. Tulisannya ini merupakan Tugas Paper mata kuliah Etika Rekayasa Teknik dengan tajuk yang sama.


No comments:

Post a Comment