LELAKI PENJUAL BINTANG
[short story]
Pengantar: Judul
tulisan kali ini sudah muncul di benak saya sejak lama, tercatat ketika saya
pertama kali mulai menulis tulisan ini adalah tanggal 09 September 2015.
Padahal judul ini sudah terngiang-ngiang di kepala sejak beberapa bulan
sebelumnya.
Tulisan ini, karenanya menjadi tulisan yang paling lama proses
penulisannya. Hampir dua tahun!! Untuk itu kembali saya mohon diampuni dan
dimaafkan, terutama jika ada yang mampir dan mendapati blog ini tidak pernah di
update secara berkala. Alasannya? Tidak ada yang relevan atas penundaan klasik
macam ini dan tidak ada alasan lain kecuali bahwa benak saya terbagi-bagi
menjadi banyak sekali perihal yang harus lebih diutamakan. Sekali lagi mohon
diampuni. :D Selamat membaca.
Teruntuk : Kirsya
Christina Angkuw dan Cynthia Wiyono, dua sahabat sekaligus kritikus utama tulisan-tulisan
saya, yang-(seberapa ‘crappy’ pun tulisan saya)- selalu memberi masukan penting
dan kemudian memberi semangat lalu menunggu dan menunggu lagi tulisan
selanjutnya. Terimakasih tak terhingga.
------------
Aku
menimang-nimang benda kecil persegi seukuran ‘korek api gas” berwarna abu-abu
metalik. Di atasnya, pada satu sisi, ada tiga tombol dan satu layar displai.
Tidak ada tombol apapun lagi, dan benda seukuran 6 x 2 cm ini tidak memakai
tenaga baterai atau di setrum untuk mengisi dayanya seperti yang layaknya biasa
kita lakukan. Aku tidak tahu terbuat dari apa, yang jelas bukan dari plastik
atau besi atau campuran keduanya. Ia akan menyala begitu saja jika kita
memasukkan angka-angka tanggal, bulan dan tahun ke dalam displainya.
Sudah
6 bulan lebih berlalu sejak aku mendapatkannya dari Tobi. “Kau simpanlah ini”
kata Tobi, seraya menyodorkan benda tadi kepadaku. “Jangan kau buat hilangpun!” tegasnya dengan logatnya yang masih
kentara. Perkenalanku dengan Tobi
hanyalah suatu kejadian biasa yang umumnya bisa terjadi pada siapa saja, tapi
yang terjadi selanjutnya, hanya dapat terjadi pada orang-orang tertentu saja.
Kau
tahu, seperti biasa suatu pagi aku ke bengkel di komplek tempat tinggalku untuk
mengganti oli motor tua miliku satu-satunya. Sampai di bengkel ada dua
pelanggan yang juga sedang menservis motornya. Salah satu yang menarik
perhatianku adalah motor si Tobi ini. Di atas sadelnya tersampir tas sadel
berwarna coklat tua. Tas sadel adalah tas untuk disampirkan di sadel sepeda
motor untuk membawa barang-barang, seperti yang sering kita lihat pada motor
tukang pos atau kurir. Aku juga memiliki tas serupa, hanya warnanya dan coraknya
saja yang berbeda. Ketika aku menatap motor dan sadel itu, pria tegap berkulit
agak gelap menatapku dan sekilas aku mengangguk ke arahnya. Pandangan matanya
tajam namun terkesan ramah. Ketika melihat ke arah motorku, Tobi seperti
berpikir dan tiba-tiba ia berkata, “Apa bapak sering pergi belanja ke pasar,
sepertinya saya sering melihat motor ini seliweran?”
Seperti
yang bisa kau duga, aku dan Tobi kemudian berkenalan, dan kisah selanjutnya
kamipun saling bertanya ini itu, sangat klasik dan sangat biasa. Oh ya, tentu
saja aku harus menjawab dan mengaku bahwa benar aku sering seliweran di pasar
memakai motor untuk mencari bintang.
Aku sudah
pernah cerita kepadamu kan, bahwa pada suatu ketika hampir setahun yang lalu,
aku di tawari untuk “memasok” bintang-bintang dekorasi terbuat dari kertas atau
karton untuk satu event organizer
milik kenalan lama yang sudah kewalahan mencari berbagai hiasan dekorasi
seperti bola, bintang, balon atau apapun yang biasa dipakai untuk mendekor
ruang pesta. Awalnya, aku ragu-ragu untuk menerima jenis pekerjaan ini. namun,
tuntutan hidup membuatku tidak lagi berpikir panjang untuk menolaknya.
Pekerjaan ini
tidaklah sulit-sulit amat, tapi juga tidak mudah juga. Aku hanya perlu mencari
bintang-bintang dekorasi itu, di pasar atau di toko-toko yang menjual dan
membuatnya. Tentu saja aku membelinya berdasarkan pesanan yang aku terima.
Sekali belanja aku harus menyiapkan dana sekitar 500 ribu sampai 800 ribu
Rupiah, bergantung banyak dan jenis bintang yang harus aku cari. Aku kemudian
memasoknya dengan mengambil marjin sekitar 20% dari harga beli, tidak
banyak-banyak amat memang. Tapi kau tahu, aku mendapat uang tunai setiap hari,
kisarannya 100 sampai kadang-kadang lebih dari 200 ribu bersih! Meski harus berburu bintang di malam hari,
karena kebanyakan pasar atau toko penjualnya, baru aktif mulai sore hari,
pekerjaan mirip “supplier” ini hanya
perlu waktu satu jam lebih saja, paling lama tidak sampai dua jam.
Nah, aku akan
kembali cerita mengenai Tobi. Setelah berbasa-basi dan mengobrol panjang-lebar,
singkatnya Tobi menawariku untuk meluaskan tempat pencarian bintang dekorasi. Tentu saja aku girang,
karena akan mendapatkan sumber tempat belanja baru yang katanya lebih lengkap.
Namun, Aku
terkesiap setelah mendengar penjelasan Tobi. “Sebenarnya, tempat atau pasarnya
bukan di sini” kata Tobi. “Lalu di mana? Apa di luar kota?” tanyaku. Tobi lalu
mengeluarkan benda kecil mirip “korek api
gas” tadi. “Pakai ini” katanya. Tentu saja aku tercengang dan tertawa
keras-keras. “Jangan bercanda kau ini ahh.” Kataku. Tapi Tobi rupanya serius!
Ia lalu menjelaskan, mulai dengan cara mengoperasikan benda itu, dan apa yang
akan terjadi jika kita memakainya.
“Kita hanya
perlu memasukkan kode-kode dan angkanya saja ke sinipun”, jelasnya tanpa menguraikan
lebih detil. Aku terheran-heran, lalu apa hubungannya dengan belanja bintang?
“Ahh tunggu saja dululah bapak”, tukas Tobi. Ia memang kadang memanggilku
dengan sebutan Bapak atau Kau atau sebutan apapun. Aku hanya tersenyum-senyum
geli, dan tidak keberatan di panggil dengan sebutan apapun. “Setelah dimasukkan kode tertentu, kita akan
sampaipun di tempat di mana banyak sekali penjual bintang, atau apapun yang
sering Kau cari itu!. Ya ini hanya bisa bekerja kalau dipraktekkanpun! Karena
kita akan sampaipun di tempat sanalah, tegasnya.”
Shhhh…Kau dari
dulu juga tahu kan, aku bukan tipe orang yang punya nyali untuk melakukan
hal-hal ekstrem atau di luar kebiasaan. Lalu si Tobi ini menawariku untuk
berpindah tempat ke “entah-ke-mana” memakai benda sekecil itu. Bah! Macam film
saja kataku. “Begini saja, Kau pikirlah dulu ya. Aku jamin Bapak pasti
senangpun, dan yang pasti akan dapat lebih banyak bintang yang lebih bagus dan
beragam jenisnya itu!” Tobi bergeming, ketika aku bertanya ini itu seputar
“perjalanan” yang dia tawari kepadaku.
“Dan amanpun!” itu saja tambahnya.
Akhirnya, aku
menyerah. Kebutuhan untuk mendapatkan sekedar tambahan pendapatan membuat aku
memupuk keberanian dan Aku memutuskan untuk mencoba hal muskil yang hanya aku
lihat di film-film TV saja. Tentu saja bareng Tobi. Karena aku tidak mungkin
mencobanya sendiri. Pada suatu malam biasa, ketika sudah waktunya aku biasa
belanja, akupun menemui Tobi di tempat yang sudah disepakati. Ia ternyata sudah
siap menungguku. “Baiklah, begini saja ya. Bapak lihatlah dan siap-siap”!
Tobi lalu
memasukkan angka-angka ke dalam benda kecil tadi. Lalu benda itu menyala
mengeluarkan sinar dan di baliknya muncul lagi semacam layar kecil tempat untuk
memasukkan kode. “Siap ya”. Tobi memasukkan entah kode apa, dan sinar biru
terang memancar dari benda kecil itu, Tobipun mengarahkannya pada kami saja,
adapun motor-motor kami diparkir dan ditinggal ditempat aman. Aku memejamkan
mata, tidak berani melihat apa yang sesungguhnya terjadi. Tidak ada nyali
setetespun! Sekejap aku merasa seperti melayang, tubuhku terasa ringan. Dalam
beberapa detik yang terasa-seperti-forever, aku mendengar Tobi berkata, “sudahpun” seraya
tertawa ia menepuk bahuku. “Ayo buka mata bapak!”.
Perlahan-lahan
aku membuka mataku, posisiku dan Tobi tidak berubah. Lalu aku melihat
berkeliling, ternyata ini bukan di tempat tadi kami berada.
Kami berada di
tepi jalan yang lumayan lebar, bersih dan teratur. Agak ke utara, terlihatlah
kesibukan macam di pasar yang biasa aku datangi. Hanya saja semua terlihat
bersih, teratur, rapi dan moderen dan terang-benderang. “Di mana kita?” itu
kata-kata pertama yang bisa keluar dari mulutku yang agak ternganga. “Apa kita
di planet lain?” Tobi tertawa, “kita
masih di bumipun, hanya waktunya saja yang berubah. Ayo kita mencari
bintang-bintang itu”.
Kamipun
langsung mendekat ke toko-toko yang berderet di sepanjang jalan itu.
Sebelumnya, Tobi mengajak aku ke satu tempat, yang ternyata semacam persewaan
kendaraan. Ia menyewa satu motor yang dilengkapi dengan bak, macam mobil pickup, lalu kamipun menuju deretan
toko-toko tadi.
Aku baru tersadar bahwa kendaraan dan keadaan
semuanya di sini sudah sangat berbeda dengan kendaraan dan kondisi yang biasa
kita lihat sehari-hari. Semuanya terkesan futuristic
dan tidak berisik atau mengeluarkan polusi asap. Hmm… kalau bukan di planet
lain lalu ini di bagian mana bumi? Begitu pikirku. Namun aku menyimpan dan
menahan sejuta pertanyaan di benakku. Lalu Tobi mengajak aku masuk salah satu toko penjual bintang.
Wahhh, semuanya bagus2 dan sangat beragam. Ada bintang segitiga, lima, delapan,
dua belas, dan seterusnya. Warna dan ukurannyapun sangat beragam. Aku langsung
memilih dan mengambil yang kira-kira bagus untuk dekor. Dalam sekejap motor-bak
sudah mulai penuh dengan bintang hiasan. Setelah merasa cukup maka aku berhenti
memilih dan untuk urusan bayar Tobi yang mengaturnya. Karena waktu itu kali
pertama bagiku. “Nanti Bapak aku ajarkanpun,” kata Tobi kepadaku, ketika aku
menanyakan perihal cara membayar transaksi sewa menyewa kendaraan dan jual beli ini.
Setelah selesai
mencari-cari barang yang diperlukan, Tobi lalu mengajak aku “pulang”. Setelah
menjauh dari keramaian, Tobi mengeluarkan benda tadi dan menekan salah satu
tombol dan seperti pada waktu pertama tadi, sinar biru memancar pada kami. “Nah
kita sudah pulangpun” kata Tobi seraya tertawa-tawa. “Gampangkan?” Aku tidak berkata apapun selain masih
terbengong-bengong dengan pengalaman tadi. Aku melihat dan memegang tas-tas
berisi belanjaan bintang-bintang seperti waktu selesai tadi. Masih utuh dan
lengkap! Jadi ini jelas bukan mimpi!
Sambil
memindahkan barang-barang tadi ke dalam tas sadel motor kami, Tobi mengatakan
akan menjelaskan semuanya dan berjanji membantu aku sampai aku terbiasa untuk
pergi sendiri. Sendiri!? Ke antah-berantah?? Glekkk..! ke tempat jauh yang
biasapun aku terkadang masih merasa jerih dan was-was. Aku juga heran, entah
bawaan dari mana aku sepengecut ini. Ahhh….
Singkatnya,
supaya kau tidak terlalu lama penasaran membaca suratku yang panjang lebar ini,
Tobi ini lalu mengajak dan mengajari aku cara-cara “bepergian” itu sampai
beberapa kali, tentu saja masih bersama-sama. Sampai aku hafal, terbiasa dan akhirnya
bernyali untuk bepergian sendiri. Jadi sudah sekitar enam bulan ini aku bolak-balik
berburu bintang untuk dekor. Tentu tidak setiap hari loh. Satu dua kali saja
seminggu.
Mengenai
kode-kode yang perlu dimasukkan ke dalam “benda kecil” itu, okelah, aku beritahu
kau saja ya, tapi please, please banget…jangan cerita kepada siapapun ya (kau
tahu kan, aku akan dianggap sinting, ngayal dan jadi bahan tertawaan!! :) kode yang harus dimasukkan ternyata BOGOR,
WEST JAVA 2237 (tahun dua ribu dua ratus tiga puluh tujuh).
Salam.
No comments:
Post a Comment